Perekonomian Indonesia


Kesenjangan dan Kemiskinan


 

Pengertian Kemiskinan

Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan , pakaian , tempat berlindung dan air minum, hal-hal ini berhubungan erat dengan kualitas hidup . Kemiskinan kadang juga berarti tidak adanya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan yang mampu mengatasi masalah kemiskinan dan mendapatkan kehormatan yang layak sebagai warga negara. Kemiskinan merupakan masalah global.
Sebagian orang memahami istilah ini secara subyektif dan komparatif, sementara yang lainnya melihatnya dari segi moral dan evaluatif, dan yang lainnya lagi memahaminya dari sudut ilmiah yang telah mapan. Istilah "negara berkembang" biasanya digunakan untuk merujuk kepada negara-negara yang "miskin".
Secara etimologis, “kemiskinan” berasal dari kata “miskin” yang artinya tidak berharta benda dan serba kekurangan. Departemen Sosial dan Badan Pusat Statistik mendefinisikan kemiskinan dari perspektif kebutuhan dasar. Kemiskinan didefinisikan sebagai ketidakmampuan individu dalam memenuhi kebutuhan dasar minimal untuk hidup layak (BPSdan Depsos, 2002). Lebih jauh disebutkan kemiskinan merupakan sebuah kondisi yang berada dibawah garis nilai standar kebutuhan minimum, baik untuk makanan dan non-makanan yang disebut garis kemiskinan (poverty line) atau batas kemiskinan (poverty treshold).

Konsep Kemiskinan
Menurut David Harry Penny (1990:140) konsep kemiskinan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu kemiskinan absolut dan kemiskinan relatif.
·    Kemiskinan absolut dalam kaitannya dengan suatu sumber-sumber materi, yang dibawahnya tidak ada kemungkinan kehidupan berlanjut; dengan kata lain hal ini adalah tingkat kelaparan.
· Kemiskinan relatif adalah perhitungan kemiskinan yang didasarkan pada proporsi distribusi pendapatan dalam suatu negara.
World Bank (BPS dalam Haryati, 2003:95) menyusun ukuran kemiskinan relatif yang sekaligus digunakan untuk mengukur tingkat pemerataan, yaitu dengan membagi penduduk menjadi 3 kelompok :
-          40% penduduk berpendapatan rendah
-          40% penduduk berpendapatan menengah

-          20% penduduk berpendapatan tinggi. 

Garis kemiskinan

Garis kemiskinan atau batas kemiskinan adalah tingkat minimum pendapatan yang dianggap perlu dipenuhi untuk memperoleh standar hidup yang mencukupi di suatu negara. Dalam praktiknya, pemahaman resmi atau umum masyarakat mengenai garis kemiskinan (dan juga definisi kemiskinan) lebih tinggi di negara maju daripada di negara berkembang.
Hampir setiap masyarakat memiliki rakyat yang hidup dalam kemiskinan. Garis kemiskinan berguna sebagai perangkat ekonomi yang dapat digunakan untuk mengukur rakyat miskin dan mempertimbangkan pembaharuan sosio-ekonomi, misalnya seperti program peningkatan kesejahteraan dan asuransi pengangguran untuk menanggulangi kemiskinan
Garis Kemiskinan (GK)

Konsep Definisi
Garis Kemiskinan merupakan representasi dari jumlah rupiah minimum yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan pokok minimum makanan yang setara dengan 2100 kilokalori per kapita per hari dan kebutuhan pokok bukan makanan.

Rumusan

Kegunaan
Untuk mengukur beberapa indikator kemiskinan, seperti jumlah dan persentase penduduk miskin (headcount index-Po), indeks kedalaman kemiskinan (poverty gap index-P1), dan indeks keparahan kemiskinan (poverty severity index-P2)

Keterangan Tambahan
Selain dari Susenas Modul Konsumsi dan Kor, variabel lain untuk menyusun indikator kemiskinan diperoleh dari Survei Paket Komoditi Kebutuhan Dasar (SPKKD).

Interpretasi
Garis kemiskinan menunjukkan jumlah rupiah minimum yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan pokok minimum makanan yang setara dengan 2100 kilokalori per kapita per hari dan kebutuhan pokok bukan makanan. Penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran konsumsi per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan dikategorikan sebagai penduduk miskin.

Penyebab Kemiskinan

Secara umum, penyebab kemiskinan dapat dibagi kedalam empat mazhab (Spicker, 2002), yaitu:


1.    Individual explanation, mazhab ini berpendapat bahwa kemiskinan cenderung diakibatkan oleh karakteristik orang miskin itu sendiri. Karakteristik yang dimaksud sepertimalas dan kurang sungguh-sungguh dalam segala hal, termasuk dalam bekerja.Mereka juga sering salah dalam memilih pekerjaan, memilih jalan hidup,memilih tempat tinggal, memilih sekolah dan lainnya. Gagal, sebahagian orang miskin bukan karena tidak pernah memiliki kesempatan, namun ia gagal menjalani dengan baik kesempatan tersebut. Seseorang yang sudah bekerja namun karena sesuatu hal akhirnya ia diberhentikan (PHK) dan selanjutnya menjadi miskin. Ada juga yang sebelumnya telah memiliki usaha yang baik, namun gagal dan bangkrut,akhirnya menjadi miskin. Sebahagian lagi pernah memperoleh kesempatan mengikuti pendidikan yang lebih tinggi, namun gagal menyelesaikannya, drop out dan akhirnya menjadi miskin. Tidak jarang juga terlihat bahwa seseorang menjadi miskin karena memiliki cacat bawaan.Dengan keterbatasannya itu ia tidak mampu bekerja dengan baik, bersaing dengan yang lebihsehat dan memiliki kesempatan yang lebih sedikit dalam berbagai hal yang dapat menentukankondisi ekonomi hidupnya.
2.    Familial explanation, mazhab ini berpendapat bahwa kemiskinan lebih disebabkan oleh faktor keturunan. Tingkat pendidikan orang tua yang rendah telah membawa dia kedalam kemiskinan. Akibatnya ia juga tidak mampu memberikan pendidikan yang layak kepada anaknya, sehingga anaknya juga akan jatuh pada kemiskinan. Demikian secara terus menerusdan turun temurun.
3.    Subcultural explanation, menurut mazhab ini bahwa kemiskinan dapat disebabkan oleh kultur, kebiasaan, adat-istiadat, atau akibat karakteristik perilaku lingkungan. Misalnya,kebiasaan yang bekerja adalah kaum perempuan, kebiasaan yang enggan untuk bekerja kerasdan menerima apa adanya, keyakinan bahwa mengabdi kepada para raja atau orang terhormat meski tidak diberi bayaran dan berakibat pada kemiskinan. Terkadang orang seperti ini justru tidak merasa miskin karena sudah terbiasa dan memang kulturnya yang membuat demikian.
4.    Keempat, Structural explanations, mazhab ini menganggap bahwa kemiskinan timbul akibat dari ketidakseimbangan, perbedaan status yang dibuat oleh adat istiadat, kebijakan, dan aturan lain menimbulkan perbedaan hak untuk bekerja, sekolah dan lainnya hingga menimbulkan kemiskinan di antara mereka yang statusnya rendah dan haknya terbatas.Kemiskinan yang disebabkan oleh dampak kebijakan pemerintah, atau kebijakan yang tidak berpihak pada kaum miskin juga masuk ke dalam mazhab ini, sehingga kemiskinan yang timbul itu sering disebut dengan kemiskinan struktural.Kemiskinan tidak hanya terdapat di desa, namun juga di kota. Kemiskinan di desa terutama disebabkan oleh faktor-faktor antara lain:
a.    Ketidakberdayaan. Kondisi ini muncul karena kurangnya lapangan kerja, rendahnya hargaproduk yang dihasilkan mereka, dan tingginya biaya pendidikan
b.    Keterkucilan, rendahnya tingkat pendidikan, kurangnya keahlian, sulitnya transportasi, sertaketiadaan akses terhadap kredit menyebabkan mereka terkucil dan menjadi miskin
c.    Kemiskinan materi, kondisi ini diakibatkan kurangnya modal, dan minimnya lahan pertanianyang dimiliki menyebabkan penghasilan mereka relatif rendah,
d.    Kerentanan, sulitnya mendapatkan pekerjaan, pekerjaan musiman, dan bencana alam,membuat mereka menjadi rentan dan miskin
e.    Sikap, sikap yang menerima apa adanya dan kurang termotivasi untuk bekerja kerasmembuat mereka menjadi miskin.Kemiskinan di kota pada dasarnya disebabkan oleh faktor-faktor yang sama dengan di desa,yang berbeda adalah penyebab dari faktor-faktor tersebut, misalnya faktor ketidakberdayaan dikota cendrung disebabkan oleh kurangnya lapangan kerja, dan tingginya biaya hidup.

Kemiskinan dapat juga disebabkan oleh:

(a) rendahnya kualitas angkatan kerja,
(b) akses yang sulit dan terbatas terhadap kepemilikan modal,
(c) rendahnya tingkat penguasaan teknologi,
(d) penggunaan sumberdaya yang tidak efisien,
(e) pertumbuhan penduduk yang tinggi (Sharp et al, 2000).


Peran Pemerintah

Dalam suatu negara, peran pemerintah sangat menentukan, baik dalam membuat masyarakat menjadi miskin, maupun keluar dari kemiskinan. Kebijakan yang kurang tepat dan ketidakpberpihakan terhadap masyarakat miskin akan menciptakan kemiskinan yang lebih banyak dan lebih dalam.Sebagai contoh, ijin yang diberikan pemerintah kepada pengusaha untuk membukaperkebunan besar, terkadang menimbulkan kemiskinan. Hutan yang dibabat dan dijadikankebun sawit, dapat membuat keringnya sungai dan irigasi.Akibatnya sawah dan kolam telah kering, masyarakat tidak dapat lagi menanam padi. Akhirnyamereka terpaksa menjadi buruh harian kebun (bila diterima) yang sesungguhnya mereka tidakpunya keahlian dibidang itu. Mereka tidak dapat lagi menyekolahkan anaknya dan akhirnya terperangkap dalam kemiskinan.Kebijakan pemerintah membolehkan super market dan pasar modren masuk hingga ke tingkatkecamatan juga akan berdampak terhadap pasar tradisional yang sebahagian besar dikelolaoleh masyarakat kelas bawah. Kebijakan yang berpihak pada pasar bebas dan kurang pedulidengan kesiapan para petaninya sendiri tentu akan berdampak pada penurunan kesejahteraanmasyarakat dan akhirnya berujung pada kemiskinan.Harga barang kebutuhan pokok yang berfluktuasi bahkan cenderung naik, besarnya biayapendidikan dan kesehatan, distribusi pendapatan yang tidak merata, pembangunan yangtimpang dan hanya berpusat di pulau jawan dan kota serta banyak kebijakan lainnya yangkurang berpihak, akan dapat menambah rentannya kondisi masyarakat.

Dampak Kemiskinan


Kemiskinan telah memberikan dampak yang luas terhadap kehidupan, bukan hanya kehidupan pribadi mereka yang miskin, tetapi juga bagi orang-orang yang tidak tergolong miskin.Kemiskinan bukan hanya menjadi beban pribadi, tetapi juga menjadi beban dan tanggung jawabmasyarakat, negara dan dunia untuk menanggulanginya. kemiskinan juga disinyalir berdampak pada berbagai penyakit sosial, kerusuhan, ketidak teraturan, bahlan dapat menjatuhkan suatupemerintahan, seperti kisahnya revolusi Perancis, kejatuhan orde lama dan juga orde baru dipicu oleh kemiskinan dan kesenjangan.Di sinilah letak pentingnya peran pemerintah, yaitu memainkan perannya dalam hal stabilitas,alokasi, dan distribusi. Pemerintah harus berpihak pada rakyat karena satu dari beberapatugasnya dalah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Oleh kerana itu, kebijakan ekonomi harus disusun untuk lebih pro growth (memacu pertumbuhan ekonomi), pro job (memperluaslapangan kerja), pro poor (berpihak pada kaum miskin untuk mengurangi kemiskinan) dan proenvironment (tetap mejaga kelestarianlingkungan).

 Pertumbuhan, kesenjangan dan kemiskinan

Dalam 7 tahun terakhir, ekonomi Indonesia tumbuh cukup kuat dengan rerata pertumbuhan 5,64 persen. Namun, pertumbuhan tersebut belum mampu menurunkan angka kemiskinan secara signifikan. Setiap pertumbuhan ekonomi 1 persen hanya dapat menurunkan kemiskinan sebesar 0,116 persen pada periode 2010–2012 dan sebesar 0,059 persen pada periode 2013–2016. Angka kemiskinan pada 2010 sebesar 13,3 persen kemudian menyusut menjadi 10,5 persen pada 2017.
Sedangkan untuk Gini rasio hingga September 2016 menurun 0,01 poin dibanding posisi yang sama tahun tahun sebelumnya menjadi 0,40 poin. Hal ini mengindikasikan bahwa kesenjangan pendapatan antara orang kaya dan miskin penduduk Indonesia kembali menurun. Namun ini bukan merupakan suatu kabar baik, karena penurunan angka Gini rasio ini lebih dipicu oleh masyarakat berpendapatan atas mengalami kemunduran. Idealnya, penurunan kesenjangan didorong oleh kenaikan kelas dari berpendapatan rendah ke golongan menengah dan golongan menengah berubah status menjadi berpendapatan atas.
Sedangkan jika dilihat secara spasial, struktur perekonomian Indonesia masih didominasi oleh kelompok provinsi di Pulau Jawa. Hal ini disebabkan karena aktivitas ekonomi terpusat di Jawa, seperti industri, realisasi investasi, penyebaran usaha hingga angka penyaluran kredit. Dari Sensus Ekonomi 2016 (SE2016) yang diterbitkan oleh BPS, tercatat peningkatan jumlah usaha/perusahan sebesar 17,51 persen menjadi 26,71 juta usaha/perusahaan di Indonesia dibandingkan 10 tahun sebelumnya.
Hal ini kemudian mengakibatkan banyak wilayah di Indonesia dengan potensi alamnya yang cukup besar, namun kontribusinya terhadap perekonomian nasional masih sangat kecil. Salah satunya disebabkan karena pembangunan yang belum merata, penyaluran kredit yang masih terpusat, yang kemudian menyebabkan sebaran investasi dan lapangan usaha yang hanya bertumpuk di sebagian wilayah saja. Semua ini mengakibatkan sebagian orang tidak memiliki kesempatan awal yang adil dalam hidup mereka. Sehingga mengurangi kemampuan mereka untuk sukses di masa depan. Akhirnya mereka terjebak dalam pekerjaan berproduktivitas rendah, informal,dan berupah rendah ditengah mereka tidak memiliki kesempatan untuk mengembangkan keterampilan. 

INDIKATOR KESENJANGAN DAN KEMISKINAN

  1. Indikator Kesenjangan

Ada sejumlah cara untuk mengukur tingkat kesenjangan dalam distribusi pendapatan yang dibagi ke dalam dua kelompok pendekatan, yakni axiomatic dan stochastic dominance. Yang sering digunakan dalam literatur adalah dari kelompok pendekatan pertama dengan tiga alat ukur, yaitu the generalized entropy (GE), ukuran atkinson, dan koefisien gini.
 Yang paling sering dipakai adalah koefisien gini. Nilai koefisien gini berada pada selang 0 sampai dengan 1. Bila 0 : kemerataan sempurna (setiap orang mendapat porsi yang sama dari pendapatan) dan bila 1 : ketidakmerataan yang sempurna dalam pembagian pendapatan.
 Kurva Lorenz, Kumulatif presentase dari populasi, Yang mempunyai pendapatan Ide dasar dari perhitungan koefisien gini berasal dari kurva lorenz. Semakin tinggi nilai rasio gini, yakni mendekati 1 atau semakin jauh kurva lorenz dari garis 45 derajat tersebut, semakin besar tingkat ketidakmerataan distribusi pendapatan.Ketimpangan dikatakan sangat tinggi apabilai nilai koefisien gini berkisar antara 0,71-1,0. Ketimpangan tinggi dengan nilai koefisien gini 0,5-0,7. Ketimpangan sedang dengan nilai gini antara 0,36-0,49, dan ketimpangan dikatakan rendah dengan koefisien gini antara 0,2-0,35.
Selain alat ukur diatas, cara pengukuran lainnya yang juga umum digunakan, terutama oleh Bank Dunia adalah dengan cara jumlah penduduk dikelompokkan menjadi tiga group : 40% penduduk dengan pendapatan rendah, 40% penduduk dengan pendapatan menengah, dan 20% penduduk dengan pendapatan tinggi dari jumlah penduduk.
Selanjutnya, ketidakmerataan pendapatan diukur berdasarkan pendapatan yang dinikmati oleh 40% penduduk dengan pendapatan rendah. Menurut kriteria Bank Dunia, tingkat ketidakmerataan dalam distribusi pendapatan dinyatakan tinggi, apabila 40% penduduk dari kelompok berpendapatan rendah menerima lebih kecil dari 12% dari jumlah pendapatan. Tingkat ketidakmerataan sedang, apabila kelompok tersebut menerima 12% sampai 17% dari jumlah pendapatan. Sedangkan ketidakmerataan rendah, apabila  kelompok tersebut menerima lebih besar  17 % dari jumlah pendapatan.
2. Indikator Kemiskinan
Batas garis kemiskinan yang digunakan setiap negara ternyata berbeda-beda. Ini disebabkan karena adanya perbedaan lokasi dan standar kebutuhan hidup. Badan Pusat Statistik (BPS) menggunakan batas miskin dari besarnya rupiah yang dibelanjakan per kapita sebulan untuk memenuhi kebutuhan minimum makanan dan bukan makanan (BPS, 1994).
Untuk kebutuhan minimum makanan digunakan patokan 2.100 kalori per hari. Sedangkan pengeluaran kebutuhan minimum bukan makanan meliputi pengeluaran untuk perumahan, sandang, serta aneka barang dan jasa.
Dengan kata lain, BPS menggunakan 2 macam pendekatan, yaitu pendekatan kebutuhan dasar (basic needs approach) dan pendekatan Head Count Index. Pendekatan yang pertama merupakan pendekatan yang sering digunakan. Dalam metode BPS, kemiskinan dikonseptualisasikan sebagai ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar. Sedangkan Head Count Index merupakan ukuran yang menggunakan kemiskinan absolut. Jumlah penduduk miskin adalah jumlah penduduk yang berada di bawah batas yang disebut garis kemiskinan, yang merupakan nilai rupiah dari kebutuhan minimum makanan dan non makanan. Dengan demikian, garis kemiskinan terdiri dari 2 komponen, yaitu garis kemiskinan makanan (food line) dan garis kemiskinan non makanan (non food line).
Untuk mengukur kemiskinan terdapat 3 indikator yang diperkenalkan oleh Foster dkk (1984) yang sering digunakan dalam banyak studi empiris. Pertama, the incidence of proverty : presentase dari populasi yang hidup di dalam keluarga dengan pengeluaran konsumsi perkapita dibawah garis kemiskinan, indeksnya sering disebut rasio H. Kedua, the dept of proverty yang menggambarkan dalamnya kemiskinan disuatu wilayah yang diukur dengan indeks jarak kemiskinan (IJK), atau dikenal dengan sebutan proverty gap index. Indeks ini mengestimasi jarak/perbedaan rata-rata pendapatan orang miskin dari garis kemiskinan sebagai suatu proporsi dari garis tersebut yang dapat dijelaskan dengan formula sebagai berikut :
Pa = (1 / n) ∑i [(z - yi) / z]a

Indeks Pa ini sensitif terhadap distribusi jika a >1. Bagian [(z - yi) / z] adalah perbedaan antara garis kemiskinan (z) dan tingkat pendapatan dari kelompok keluarga miskin (yi) dalam bentuk suatu presentase dari garis kemiskinan. Sedangkan bagian [(z - yi) / z]a adalah presentase eksponen dari besarnya pendapatan yang tekor, dan kalau dijumlahkan dari semua orang miskin dan dibagi dengan jumlah populasi (n) maka menghasilkan indeks Pa. Ketiga, the severity of property yang diukur dengan indeks keparahan kemiskinan (IKK). Indeks ini pada prinsipnya sama seperti IJK.
 Namun, selain mengukur jarak yang memisahkan orang miskin dari garis kemiskinan, IKK juga mengukur ketimpangan di antara penduduk miskin atau penyebaran pengeluaran diantara penduduk miskin. Indeks ini yang juga disebut Distributionally Sensitive Index dapat juga digunakan untuk mengetahui intensitas kemiskinan.

Kemiskinan di Indonesia



Jumlah penduduk miskin Indonesia 26,58 juta orang

 
Jakarta (ANTARA News) - Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto mengatakan jumlah penduduk miskin yang tercatat pada September 2017 mencapai 26,58 juta orang atau menurun 1,19 juta orang dari Maret 2017 sebesar 27,77 juta orang.
"Ini merupakan capaian menggembirakan, karena persentase penduduk miskin September 2017 turun menjadi 10,12 persen," kata Suhariyanto dalam jumpa pers di Jakarta, Selasa.
Suhariyanto mengatakan jumlah penduduk miskin ini juga menurun dari periode sama tahun lalu yaitu September 2016 yang tercatat sebesar 27,76 juta orang.
Ia menambahkan jumlah penduduk miskin di kota selama periode Maret-September 2017 turun sebesar 401,28 ribu orang, dari sebelumnya 10,67 juta orang menjadi 10,27 juta orang.
Sementara itu, jumlah penduduk miskin di desa pada periode ini ikut turun sebanyak 786,95 ribu orang, dari sebelumnya 17,10 juta orang menjadi 16,31 juta orang. 
Ia menjelaskan faktor yang berpengaruh terhadap tingkat kemiskinan selama periode Maret-September 2017 salah satunya adalah inflasi umum yang relatif rendah yaitu 1,45 persen.
Selain itu, rata-rata upah nominal buruh tani per tani pada September 2017 naik sebesar 1,5 persen dibandingkan Maret 2017, dari Rp49.473 menjadi Rp50.213.
"Sejalan dengan itu, upah riil buruh tani per hari pada September 2017 naik sebesar 1,05 persen dibandingkan Maret 2017, yaitu dari Rp37.318 menjadi Rp37.711," ujar Suhariyanto.
Dalam periode yang sama, upah nominal buruh bangunan per hari pada September 2017 naik sebesar 0,78 persen dibandingkan Maret 2017 yaitu dari Rp83.724 menjadi Rp84.378.
"Namun, upah riil buruh bangunan per hari pada September 2017 turun 0,66 persen dibandingkan Maret 2017, yaitu dari Rp65.297 menjadi Rp64.867. Ini perlu menjadi catatan," tambah Suhariyanto.
Suhariyanto mengatakan harga komoditas pokok yang terkendali dalam periode ini ikut menekan laju kenaikan garis kemiskinan serta membantu daya beli masyarakat.
Jenis komoditas makanan yang berpengaruh terhadap garis kemiskinan di kota maupun desa adalah beras, rokok kretek filter, daging sapi, telur ayam ras, mie instan dan gula pasir.
Sedangkan komoditas nonmakanan yang berpengaruh terhadap garis kemiskinan adalah perumahan, bensin, listrik, pendidikan dan perlengkapan miskin.
Berdasarkan data Susenas September 2017, penyaluran beras sejahtera (rastra) yang diterima oleh 30 persen rumah tangga juga ikut membantu penurunan tingkat kemiskinan.
Persentase penduduk miskin terbesar masih berada di wilayah Maluku dan Papua yaitu 21,23 persen, namun jumlah penduduk miskin terbanyak terjadi di Jawa yaitu 13,94 juta orang.
Secara keseluruhan, tingkat kemiskinan sejak periode 1999 hingga September 2017 di Indonesia terus mengalami penurunan dari sisi jumlah maupun persentase.
Pada 1999 jumlah penduduk miskin sempat tercatat mencapai 47,97 juta orang atau sekitar 23,43 persen dari jumlah penduduk di Indonesia.
Pengecualian terjadi pada 2006, September 2013 dan Maret 2015 yang dipicu oleh kenaikan harga barang kebutuhan pokok sebagai dampak dari kenaikan harga bahan bakar minyak.

Faktor penyebab kemiskinan

1).Pendidikan yang Rendah. Tingkat pendidikan yang rendah menyebabkan seseorang kurang mempunyai keterampilan tertentu yang diperlukan dalam kehidupannya. Keterbatasan pendidikan atau keterampilan yang dimiliki seseorang menyebabkan keterbatasan kemampuan seseorang untuk masuk dalam dunia kerja.
2).Malas Bekerja. Adanya sikap malas (bersikap pasif atau bersandar pada nasib) menyebabkan seseorang bersikap acuh tak acuh dan tidak bergairah untuk bekerja.
3).Keterbatasan Sumber Alam. Suatu masyarakat akan dilanda kemiskinan apabila sumber alamnya tidak lagi memberikan keuntungan bagi kehidupan mereka. Hal ini sering dikatakan masyarakat itu miskin karena sumberdaya alamnya miskin.
4). Terbatasnya Lapangan Kerja. Keterbatasan lapangan kerja akan membawa konsekuensi kemiskinan bagi masyarakat. Secara ideal seseorang harus mampu menciptakan lapangan kerja baru sedangkan secara faktual hal tersebut sangat kecil kemungkinanya bagi masyarakat miskin karena keterbatasan modal dan keterampilan.
5). Keterbatasan Modal. Seseorang miskin sebab mereka tidak mempunyai modal untuk melengkapi alat maupun bahan dalam rangka menerapkan keterampilan yang mereka miliki dengan suatu tujuan untuk memperoleh penghasilan.
6). Beban Keluarga. Seseorang yang mempunyai anggota keluarga banyak apabila tidak diimbangi dengan usaha peningakatan pendapatan akan menimbulkan kemiskinan karena semakin banyak anggota keluarga akan semakin meningkat tuntutan atau beban untuk hidup yang harus dipenuhi
Selain dari berbagai pendapat di atas, kemiskinan secara umum disebabkan oleh dua faktor,yaitu faktor internal dan faktor eksternal.
1.    Faktor internal adalah faktor yang datang dari dalam diri orang miskin, seperti sikap yang menerima apa adanya, tidak bersungguh-sungguh dalam berusaha, dan kondisi fisik yang kurang sempurna.
2.    Faktor eksternal adalah faktor yang datang dari luar diri si miskin,seperti keterkucilan karena akses yang terbatas, kurangnya lapangan kerja, ketiadaan kesempatan, sumber daya alam yang terbatas, kebijakan yang tidak berpihak dan lainnya.

Sebahagian besar faktor yang menyebabkan orang miskin adalah faktor eksternal.Beberapa faktor penyebab kemiskinan lainnya adalah pertumbuhan ekonomi lokal dan globalyang rendah, pertumbuhan penduduk yang tinggi, dan stabilitas politik yang tidak kondusif.

Kebijakan Anti Kemiskinan

Kemiskinan merupakan permasalahan bangsayang mendesakdan memerlukan langkah-langkah penanganan dan pendekatan yang sistemik,terpadu dan menyeluruh yang dilakukan oleh Pemerintah pusat, pemerintah daerah, dunia usaha (sektor swata) dan masyarakat merupakan pihak-pihak yang memiliki tanggungjawab sama terhadap penanggulangan kemiskinan..
Jadi Kantong Kemiskinan, Wilayah Ini Dapat Perhatian Khusus Pemerintah
Strategi-strategi penanggulangan kemiskinan tersebut diantaranya:

1. Memperbaiki Program Perlindungan Sosial
 Prinsip pertama adalah memperbaiki dan mengembangkan sistem perlindungan sosial bagi penduduk miskin dan rentan. Sistem perlindungan sosial dimaksudkan untuk membantu individu dan masyarakat menghadapi goncangan-goncangan (shocks) dalam hidup, seperti kesehatan, jatuh sakit, kematian anggota keluarga, kehilangan pekerjaan, ditimpa bencana atau bencana alam, dan sebagainya. Sistem perlindungan sosial yang efektif akan mengantisipasi agar seseorang atau masyarakat yang mengalami goncangan tidak sampai jatuh miskin. Contohnya diberlakukannya kartu BPJS, Kartu Indonesia Sehat, Jaminan Kesehatan Masyarakat.

2. Meningkatkan Akses Terhadap Pelayanan Dasar
 Prinsip kedua dalam penanggulangan kemiskinan adalah memperbaiki akses kelompok masyarakat miskin terhadap pelayanan dasar. Akses terhadap pelayanan pendidikan, air bersih dan sanitasi, serta pangan dan gizi akan membantu mengurangi biaya yang harus dikeluarkan oleh kelompok masyarakat miskin. Disisi lain peningkatan akses terhadap pelayanan dasar mendorong peningkatan investasi modal manusia (human capital). Contohnya seperti diberlakukannya Kartu Indonesia Pintar (pendidikan).
  
3.Pemberdayaan Kelompok Masyarakat Miskin
 Prinsip ketiga adalah upaya memberdayakan penduduk miskin menjadi sangat penting untuk meningkatkan efektivitas dan keberlanjutan penanggulangan kemiskinan. Dalam upaya penanggulangan kemiskinan sangat penting untuk tidak memperlakukan penduduk miskin semata-mata sebagai obyek pembangunan. Upaya untuk memberdayakan penduduk miskin perlu dilakukan agar penduduk miskin dapat berupaya keluar dari kemiskinan dan tidak jatuh kembali ke dalam kemiskinan. Contohnya pemberian motivasi pada seminar kecil/kumpul warga. 
 4. Pembangunan Inklusif 
Prinsip keempat adalah Pembangunan yang inklusif yang diartikan sebagai pembangunan yang mengikutsertakan dan sekaligus memberi manfaat kepada seluruh masyarakat. Stabilitas ekonomi makro merupakan prasyarat penting untuk dapat mengembangkan dunia usaha. Selain itu juga diperlukan kejelasan dan kepastian berbagai kebijakan dan peraturan. Begitu juga, ia membutuhkan kemudahan berbagai hal seperti ijin berusaha, perpajakan dan perlindungan kepemilikan. Selanjutnya, usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) harus didorong untuk terus menciptakan nilai tambah, termasuk melalui pasar ekspor. Pertumbuhan yang berkualitas juga mengharuskan adanya prioritas lebih pada sektor perdesaan dan pertanian. Daerah perdesaan dan sektor pertanian juga merupakan tempat di mana penduduk miskin terkonsentrasi. Dengan demikian, pengembangan perekonomian perdesaan dan sektor pertanian memiliki potensi besar untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang menghasilkan penyerapan tenaga kerja dalam jumlah besar dan pengurangan kemiskinan secara signifikan.


Oleh Pebrianto Eko Wicaksono pada 03 Apr 2018, 18:20 WIB

Liputan6.com, Jakarta Pemerintah fokus menjalankan program pengentasan kemiskinan di Provinsi Jawa Barat bagian selatan. Langkah itu terkait tingginya tingkat kemiskinan di wilayah tersebut.
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Bambang Brodjonegoro mengatakan, wilayah Jawa Barat bagian selatan, khususnya Sukabumi bagian selatan merupakan kantong kemiskinan, yang mewakili provinsi tersebut.

Itu ada kantong kemiskinan yang tidak sesuai dengan profile Jawa Barat secara keseluruhan," kata Bambang, di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, Jakarta, Selasa (3/4/2018).
Menurut Bambang, pemerintah memberikan perhatian khusus hingga level desa di wilayah tersebut, untuk mengentaskan kemiskinan dengan meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya.
‎"Ya itu penguatan di Sukabumi bagian selatan‎. Mau ada perhatian khusus sampai ke level kampung, desa," tutur dia.
‎Bambang menyebutkan, upaya pemerintah dalam mengentaskan kemiskinan ‎di antaranya mengentaskan masalah kesehatan, menyediakan perumahan dan air yang layak, serta infrastruktur jalan dan jembatan di wilayah tersebut.
"Pokoknya yang bisa mengatasi kemiskinan, pokoknya yang penting adalah akses membuka akses," tandasnya.

Sumber :
https://www.qureta.com/post/riset-kesenjangan-kemiskinan-dan-pertumbuhan-ekonomi-indonesia
https://m.liputan6.com/bisnis/read/3424435/jadi-kantong-kemiskinan-wilayah-ini-dapat-perhatian-khusus-pemerintah







Komentar

Postingan populer dari blog ini

Makalah Jenis-Jenis Koperasi

Business English 2 (tanggal 11 Juli 2020)

Pengaruh Kemampuan Manajerial Organisasi Koperasi